Suzume: Perjalanan Merangkul Ingatan Traumatis

Dimas Eka Ramadhan
6 min readApr 19, 2024

Perjumpaan tak terduga dua individu, kucing jenaka yang dapat berbicara, kursi tiga kaki yang melakoni peran manusia, petualangan emosional penyintas bencana, catatan haru masa kanak-kanak, dan penggambaran metaforis cacing raksasa antardimensi penyebab gempa bumi. Kedengarannya semacam kisah menawan, bukan?

Seperti yang kita mafhumi, posisi geografis Jepang sendiri bertempat di Cincin Api Pasifik aktif yang kerap bergejolak. Ini melantarkan daratan negeri Jepang kerap kali dirampak bencana gempa bumi ataupun tsunami. Puncaknya pada 11 Maret 2011, wilayah timur laut Jepang diterpa gempa bumi berkekuatan super. Meluluhlantakkan permukaan kota yang masuk ke dalam radius terdekat titik pusat gempa. Gempa ini digadang-gadang sebagai salah satu gempa terdahsyat di era modern. Selain itu tidak lama selepas memorak-porandakan kota, gempa ini pun menggiring gelombang tsunami dari arah samudra. Ini kian memperparah daerah yang sebelumnya telah tengkarap akibat guncangan hebat.

Buah dari dua bencana ini sungguh memilukan. Menyisakan luka pedih yang lebar dan menorehkan ingatan traumatis mendalam pada para penyintas. Semasa itu, kesedihan tertebar di mana-mana dan kebahagiaan adalah cahaya yang telah redup. Rumah-rumah penduduk rebah, infrastruktur kota lumpuh, negara memikul kerugian besar, dan tiap individu mesti rela kehilangan orang-orang terkasihnya.

Berangkat dari memori kelam inilah, Makoto Shinkai hendak mengilustrasikan betapa mengerikannya sebuah fenomena yang secara sesaat mampu merampas kebahagiaan banyak orang. Melalui irisan kisah yang meriwayatkan pertemuan kebetulan seorang gadis SMA dengan pemuda misterius. Mereka lantas melakukan petualangan magis untuk mencegah terjadinya rentetan gempa bumi dahsyat di penjuru Jepang. Kisah itu tertuang dalam medium film yang diterbitkan 12 tahun setelah bencana besar itu menimpa. Pada bulan Maret 2023, Makoto Shinkai merilis film itu pada publik internasional. Diberi tajuk: Suzume no Tojimari.

Karya Termutakhir dari Makoto Shinkai

Nama Makoto Shinkai sebagai sutradara anime sekiranya masyhur di panggung mancanegara. Filmografinya melingkupi film-film bercorak anime yang telah memenangkan hati penggemar di seantero dunia. Karyanya bersahaja. Kompleksitas yang disederhanakan—dibalut dengan pencitraan dunia sarat elemen metafora, imajinatif, dan magis.

Namanya mulai merangkak dikenal khalayak umum setelah ia memperkenalkan 5 Centimeter per Second (2007) pada publik. Sepotong drama romantis dingin yang melukiskan rasa sakit dari keterpisahan akibat terbentangnya jarak. Sembilan tahun berselang—di tahun 2016—ia berjaya mengguncangkan dunia perfilman internasional dengan karyanya Your Name (2016). Karya ini mampu merengkuh penerimaan luas serta merauk kesuksesan komersial secara global.

Ikhtisar Singkat Plot Suzume

Tirai prolog dibuka dengan latar dunia imajiner yang menyerupai padang rumput bergelimang bintang. Di sana, terjumpa gadis kecil tertatih-tatih memekikkan ibunya berulang kali. Menyiratkan potongan kisah untuk babak selanjutnya.

Sehabis prolog tadi, kita diperkenalkan dengan Suzume; seorang siswi remaja yatim piatu yang tinggal bersama bibinya. Takdir menuntunnya ke dalam perjumpaan penting dengan mahasiswa bernama Souta. Seseorang yang nanti diketahui Suzume bahwa ia merupakan petualang supernatural yang sedang bertugas dalam misi kemanusiaan menyelamatkan daratan Jepang. Selain Souta, petualangan Suzume juga disertai seekor kucing mitologi oriental yang menyembul dari portal dimensi lain.

Kisah mereka terus berkisar mengikuti arus waktu. Sampai akhirnya mereka berhasil menyingkapkan rahasia penyebab mistis di balik rentetan gempa bumi yang sedang bergolak. Alur petualangan epik ini terbungkus dalam perjuangan emosional untuk menyelamatkan negaranya dari cengkeraman bencana tektonik.

Visual Memanjakan Mata

Dari segi visual, Makoto Shinkai lagi-lagi membuat saya menganga takjub. Penggunaan rona-rona cerah dan permainan lihai dengan cahaya/bayangan untuk memberikan penggambaran suasana alami tentang kemegahan dunia lain telah menjadi impresi yang melekat pada karya-karyanya.

Di Suzume, latar-latar tempat diabadikan secara mendetail dengan begitu apik. Semisal, lanskap peradaban manusia yang ancai dan terbengkalai akibat bencana, ilustrasi surealis bencana alam, tempat masa lalu yang memekarkan perasaan nostalgia, kenangan yang musnah sebab gempa, potret natural alam, ataupun penggambaran metaforis dimensi ruang yang berbeda dari bumi. Suzume pula menangkap potret keindahan yang mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Keindahan kecil yang ayal disadari orang-orang bahwa hal remeh ini dapat sirna seiring berlalunya waktu.

Suzume secara visual memang menakjubkan. Walakin, tidak ada perbedaan yang signifikan dengan film-film Makoto Shinkai sebelumnya. Barangkali ini adalah formula grafis yang repetitif.

Meskipun demikian, Suzume tetap mentransfer gambaran suasana nyata dan dapat dengan mudah dirasakan langsung oleh saya. Tiap potongan adegannya menghantarkan sinyal empati fisik dan getaran emosional. Menyaksikan visual Suzume itu laksana memandangi taburan bintang-bintang di awang-awang. Terlampau memikat dan melalaikan sampai-sampai lena bahwa panorama itu pasti akan berakhir suatu kala kelak.

Peran Musik yang Menopang

Kualitas audio pengiring dan musik Suzume tidak perlu disangsikan lagi. Audionya berjalan dengan elok. Hal ini mampu menyokong segi visual dan menyampaikan pesan mengenai atmosfer di dalam film dengan terampil. Selain audio pengiring, penghayatan emosi dari pengisi suaranya pun terdengar kukuh dan mampu mengirimkan kesan emosional yang tidak tawar.

Sementara itu, kolaborasi band Radwimps dengan komposer Kazuma Jinnouchi mengisi posisi krusial dalam aspek musik dan lagu. Makoto Shinkai tampaknya masih setia dan memercayakan aspek lagu pada Radwimps. Lewat lagunya berjudul "Suzume", Radwimps mampu melukiskan keseluruhan isi film lewat lirik puitis yang dirangkai dalam bait-bait jelita. Lagu-lagu latar belakang olahan kolaborasi mereka seakan-akan menjadi hal ikonik dan esensial di film Suzume.

Bencana Alam dan Merangkul Kehilangan

Suzume dengan cermat mampu melukiskan kerisauan masyarakat Jepang yang terus-menerus dihantui momok bencana alam. Dari sinilah, saya menampak Makoto Shinkai ingin menyajikan peristiwa pedih dengan cara yang ramah, simpatik, dan mengharukan. Menuangkannya melalui esensi sebuah keluarga, petualangan heroik, permainan metafora, dan mitologi budaya oriental. Misalnya saja, lempeng tektonik dianalogikan selaku cacing raksasa dari dimensi lain yang menggeliat dan memicu guncangan pada kerak bumi.

Suzume mengusung tema kehilangan, penerimaan, bencana seismik, luka masa kecil, dan kesepian dengan porsi yang renyah. Suzume: gadis remaja ekspresif yang berjerih hidup mandiri dan menegarkan dirinya sendiri sesudah dirundung rasa kehilangan mendalam akan sebuah keluarga.

Suzume adalah "penderita dalam diam" yang membendung rasa sakitnya tanpa banyak mengeluh dan berusaha memasang wajah tabah di hadapan orang lain. Ingatan masa kecilnya telah mengajarkan Suzume untuk hidup dengan menginternalisasi rasa sakit. Ia berempati dan tenggang rasa kepada orang lain yang menderita kemalangan seperti dirinya.

Ia tumbuh dengan indah. Lihatlah bagaimana kenangan berdarahnya di masa kecil mampu menyuburkan sikap empati dan peduli yang solid. Ia maklum kehilangan ialah sesuatu yang memerihkan. Lalu sebab itulah, tatkala beranjak dewasa ia tidak ingin menyaksikan kehilangan lagi—baik pada dirinya atau diri orang-orang.

Bagi Suzume kehilangan bagaikan gelombang laut yang mampu membenamkan tubuhnya. Namun, ia tidak mau tenggelam begitu saja. Ia ingin terbit ke permukaan kemudian memandang cahaya calak yang mengapung di langit.

Ia tak mau kabur dari bayang-bayang kehilangan itu. Dia ingin mengalahkannya dan menjelmakannya menjadi keberanian.

Akhir Kata

Makoto Shinkai tidak pernah berhenti membuat mata saya tetap bertaut ketika menonton film hasil buah tangannya. Lewat pengolahan visualisasi yang spektakuler, ia seakan-akan hendak menyedot diri saya masuk ke dalam film yang tengah berputar—ikut merasakan langsung pelbagai corak suasana di sana.

Masing-masing film animasi garapan Makoto Shinkai sering memaparkan cerita-cerita emosional dan mengharukan. Tentang orang-orang yang berupaya terhubung satu sama lain meskipun hadir "dinding pengalang" di tengah-tengah diri mereka yang dengan mudah dapat mencerai-beraikan kedekatan mereka. Ciri khas ini juga berlaku dalam film Suzume.

Suzume merupakan perpaduan bumbu yang pas antara unsur romansa melodramatis, komedi ringan, hubungan antardimensi, dan petualangan fantasi katastrofe. Kreasi terbaru Makoto Shinkai ini ibarat keindahan yang diracik dengan bumbu-bumbu pedih.

Di penghujung film, tokoh Suzume adalah pahlawan heroik bagi Jepang. Akan tetapi, yang lebih pasti ia pahlawan bagi dirinya sendiri. Ia tidak hanya menyelamatkan jutaan masyarakat Jepang melainkan juga menyelamatkan dirinya sendiri. Ia tidak menyingkirkan kenangan kelam masa kecilnya dan mengelak darinya. Ia terus mengenang, menghadapinya, dan melanjurkan hidup untuk menjadi manusia.

Tangerang, 01 Oktober 2023

--

--

Dimas Eka Ramadhan

Gemar menggambar, menulis prosa/puisi, fotografi, dan kerajinan tangan